Wednesday, December 14, 2016

Kisah ahli maksiat mendapat pengampunan dari Allah

 
Dari Ibnu Masud Rasulullah SAW bersabda : “Seorang yang hina yang mengharapkan rahmat Allah lebih dekat kepada Allah daripada Seorang Ahli Ibadah yang putus asa (dari rahmat Allah)”

   Dikisahkan dari Zaid bin Aslam dari Umar, ada seorang lelaki dari ummat-ummat terdahulu yang sangat bersungguh-sungguh dalam ibadah untuk dirinya sendiri tetapi lelaki tersebut pernah membuat seseorang menjadi putus asa terhadap rahmat Allah kemudian lelaki ini meninggal dunia.

   Lelaki ini kemudian bertanya kepada Allah : Wahai Tuhanku,apa yang aku dapatkan disampingmu???”, Allah menjawabnya : “Bagimu adalah Neraka”. Merasa tak percaya kemudian lelaki ini bertanya kembali: “Wahai Tuhanku, Bagaimana dengan ibadahku dan kesungguhanku???”. Allah menjawab : “Sesungguhnya kamu telah membuat manusia menjadi putus asa terhadap rahmatku ketika di dunia, maka Aku sekarang akan membuatmu putus asa dari rahmatKu”.

   Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW :Ada seorang lelaki yang tidak pernah berbuat baik sama sekali kecuali dengan membaca Syahadat. Ketika kematian datang kepadanya dia berpesan kepada keluarganya: “Ketika aku mati nanti maka bakarlah aku dengan api sampai tinggal berupa debu kemudian taburkan ke lautan bersama dengan angin” keluarganya pun menjalankan wasiat itu.

   Ketika lelaki itu di pangkuan (dihadapan) Allah dia bertanya: “Apa kehendakmu atas apa yang telah aku perbuat???” Allah menjawab bahwa telah mengampuninya sebab lelaki tersebut tak pernah beramal baik kecuali hanya membaca syahadat.

   Terdapat suatu kisah seorang laki-laki yang meninggal dunia di zaman Nabi Musa AS. Allah memberi perintah kepada Nabi Musa. “Hai Musa,seorang lelaki telah meninggal dunia di kampung seseorang tepatnya di tempat kotoran manusia. Dia adalah wali (kekasih) dari beberapa waliku. Tidak ada seorangpun yang bersedia memandikannya, mengkafaninya, dan menguburnya. Pergilah, engkau mandikan dia, kafanilah dia, shalatlah atasnya, dan kuburlah dia”.

   Nabi Musa-pun mendatangi kampung tersebut dan bertanya kepada penduduknya tentang si mayit. Mereka berkata kepada Nabi Musa : “Lelaki itu mati dengan sifat yang banyak, dia adalah orang yang Fasik dan menampakkan kefasikannya” Nabi Musa bertanya : “Di mana tempat mayat lelaki itu? karena aku diberi wahyu oleh Allah karena dia. Tunjukkanlah kalian semua kepadaku tempatnya!!!!”

   Merekapun pergi bersama-sama dengan Nabi Musa. Ketika Nabi Musa melihat mayat lelaki itu telah dibuang di jamban (tempat kotoran manusia)dan telah diberitahu oleh penduduk tentang buruknya kelakuan lelaki itu maka Nabi Musa bermunajat kepada Allah : “Ya Ilahi, Engkau telah memerintahkan kepadaku untuk mengubur dan menshalatinya, sedangkan penduduk menyaksikan atas keburukan perangainya, maka Engkaulah yang Maha tahu dari mereka (penduduk) dengan memuji dan menghina”.

   Maka Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa : “Wahai Musa,apa yang diceritakan oleh mereka atas perbuatan lelaki itu yang buruk adalah benar, kecuali sebenarnya dia telah meminta syafaatku (meminta ampunanku)ketika menjelang kematiannya dengan 3 permintaan yang jika diminta dariku dari seluruh orang yang berdosa maka Aku akan memberikanya, bagaimana aku tidak berbelas kasih kepadanya. Sesungguhnya lelaki itu telah meminta untuk dirinya dan Aku adalah Maha Pengasih dari orang-orang yang mengasihi”.

Nabi Musa bertanya : Ya Tuhanku, apa tiga permintaan itu???.

   Allah menjawab : “Ketika kematian telah dekat kepadanya diaberkata (1) Ya Tuhan, Engkau lebih tahu daripada aku, sesungguhnya aku telah berbuat maksiat meskipun di dalam hatiku membencinya tetapi aku mengumpulkan 3perkara sehingga kulakukan maksiat dengan merasa benci dihatiku, yang pertama adalah Hawa Nafsu, kedua Teman yang Buruk (perilakunya), dan ketiga adalah Iblis, ketiga hal inilah yang membuatku mempertemukanku dengan maksiat. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui dari apa yang aku ucapkan. untuk itu ampunilah aku”.

   Yang kedua dia berkata (2) “Ya Tuhan, sesungguhnya Engkau lebih tahu karena sesungguhnya aku telah melakukan maksiat, dan kedudukanku adalah bersama orang-orang yang fasik. Tetapi aku lebih suka sahabat yang soleh dan kezuhudan mereka serta berkedudukan bersama mereka yang mana lebih kusukai daripada aku bersama orang-orang yang fasik”

   Yang ketiga (3) “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau lebih tahu daripada aku, sebenarnya aku lebih suka tehadap orang-orang yang sholeh daripada orang-orang yang fasik sehingga jika ada dihadapanku dua orang yang sholeh dan fasik maka aku akan mendahulukan kebutuhan orang yang sholeh daripada orang yang fasik”.

   Sedangkan dalam riwayat Wahab bin Munih lelaki ini berkata”Ya Tuhanku, jika Engkau memaafkanku dan mengampuni dosaku maka para waliMu dan Nabi-nabiMu akan merasa senang, sedangkan Syaitan sebagai musuhku dan musuhMu akan merasa susah. Dan jika Engkau menyiksaku atas dosaku maka Syeithan dan para pengikutnya akan merasakan senang sedangkan para Nabi dan para Wali akan merasakan susah. Dan sesungguhnya aku tahu bahwa Engkau lebih menyukai senangnya para Nabi dan para Wali daripada senangnya para Syeithan beserta pengikutnya. Karena itu ampunilah aku. Ya Allah, Sesungguhnya Engkau lebih tahu dari apa yang aku ucapkan, kasihilah aku dan maafkanlah segala kesalahanku”.

   Allah berkata kepada Nabi Musa “Maka Aku telah merahmatinya,mengampuninya, dan memaafkannya karena sesungguhnya Aku adalah Maha Pengasih dan Penyayang khusus untuk orang-orang yang mengakui kesalahan akibat ulahnya sendiri dan ini adalah sebuah pengakuan dosa, maka aku mengampuninya dan memaafkannya”

“Hai Musa, kerjakanlah apa yang telah kuperintahkan kepadamudan Aku akan mengampuni karena kemulyaan lelaki ini bagi siapapun yang bersedia mensholatinya dan ikut dalam menguburkannya.”

   Subhanallah, Allahu Akbar… begitu besar kekuasaan Allah…dari kisah ini mudah-mudahan kita semakin sadar bahwa Allah Maha mengetahui segala sesuatu yang tidak kita tahu. Diantara hikmah dari kisah tersebut adalah sebagai seorang manusia kita tidak hanya diwajibkan mengerjakan kewajiban yang bersifat vertikal (hubungan antara manusia dengan Tuhannya), tetapi kita juga harus menjalankan kewajiban kita secara horizontal yakni kewajiban manusia kepada manusia yang lainnya. Mudah-mudahan kita dapatkan hikmahnya dan mampu menjalankannya dikehidupan kita sehari-hari… Amin…

diambil dari kitab “ushfuriyah”….
Sumber:

No comments:

Post a Comment