Saturday, January 14, 2012

Kisah meninggalkan khianat mendapat rahmat

 http://asep4212.files.wordpress.com/2010/07/1010523_dsc04790.jpg
Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari berkata: "Dulu, aku pernah berada di Mekah semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan lapar yang sangat. 

Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemui sebuah kantung dari sutera yang diikat dengan kaus kaki yang diperbuat dari sutera juga.

Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.

Aku lalu keluar dari rumah, dan pada masa itu ada seorang bapa tua yang berteriak mencari kantungnya yang hilang sambil memegang kantung kain yang berisi wang lima ratus dinar. 

Dia mengatakan, 'Ini adalah bagi orang yang mahu mengembalikan kantung sutera yang berisi permata'. 

Aku berkata pada diriku, 'Aku sedang memerlukann, aku ini sedang lapar. Aku boleh mengambil wang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantung sutera ini padanya'.

Maka aku berkata pada bapa tua itu, 'Hai, kemarilah'. Lalu aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku ciri kantung sutera itu, ciri-ciri kaus kaki pengikatnya, ciri-ciri permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. 

Maka aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mahu mengambilnya. 

Aku katakan padanya, 'Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu'. 

Ternyata dia berkeras, 'Kau patut menerimanya', sambil memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mahu menerima.

Akhirnya bapa tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar dengan perahu. 
 
Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi!

Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah sebuah masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur'an. 

Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tidak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, 'Ajarkanlah Al-Qur'an kepadaku'. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak.

Di dalam masjid, aku menemui beberapa lembar dari mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, 'Kau boleh menulis?', aku jawab, 'Ya'. 

Mereka berkata, 'Kalau begitu, ajarilah kami menulis'. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. 

Dari itu juga aku mendapat banyak wang. Setelah itu mereka berkata, 'Kami mempunyai seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Mahukah kau menikahinya?' Aku menolak. 

Tetapi mereka terus mendesak, 'Tidak boleh, kau mesti terima'. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga. Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi dia. 

Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temui di Mekah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan pada masa itu kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu.

Mereka berkata, 'Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya'. 

Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. 'Ada apa dengan kalian?', kataku bertanya. 

Mereka menjawab, 'Tahukah engkau, bahawa orang tua yang mengambil kalung itu darimu pada masa itu adalah ayah anak perempuan ini'. 

Dia pernah mengatakan, 'Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku'.

Dia juga berdoa, 'Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku', dan sekarang sudah menjadi kenyataan'. 

Aku mulai mengharungi kehidupan bersamanya dan kami dikurnikan dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. 

Tetapi kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah baki dari wang 100 ribu dinar itu."

No comments:

Post a Comment